Quantcast
Channel: Blog Emak Gaoel
Viewing all articles
Browse latest Browse all 152

Curhat Emak Anak Bilingual di Sekolah Negeri

$
0
0
Assalamu'alaikum.

Disclosure: Ini postingan curhat, nggak dibayar, apalagi disponsorin. Nulisnya aja males-malesan, karena gak ada bayarannya. (Ini disclosure macam apa?)

Masih ngikutin tulisan saya tentang membesarkan anak bilingual, gak? Ini ada cerita baru tentang Safina yang masih kelas 1 SD tiap menghadapi UTS dan UAS di sekolahnya yang bukan sekolah internasional alias sekolah negeri. 

Membesarkan anak bilingual merupakan tantangan, terutama kalau kita hidup di negara yang tidak bilingual. Apa tujuan saya membesarkan anak-anak saya dalam lingkungan dua bahasa (Indonesia dan Inggris)? Saya udah pernah cerita di sini. Tantangan kemudian berkembang ketika saya yang "sok-sok" membesarkan anak bilingual ternyata nggak mampu memasukkan anak-anak saya ke sekolah swasta apalagi sekolah internasional. Tapi apa gara-gara itu, saya nggak boleh membesarkan anak-anak saya untuk punya kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa? Buktinya sampai saat ini, dari rumah pun anak-anak saya terkondisi berkomunikasi dalam dua bahasa. Semua bisa diusahakan.


Yang jadi "masalah" adalah ketika mereka mau mengerjakan soal ujian tengah semester atau akhir semester, terutama buat Safina yang lebih aktif berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Kalau baca-baca artikel tentang anak bilingual, tiap anak memang punya kecenderungan lebih suka berkomunikasi dalam bahasa tertentu. Fadhil, abangnya, sekarang ini lebih nyaman untuk ngomong dalam bahasa Indonesia. Kemampuan bahasa Inggrisnya lebih pasif ketimbang Safina. Sedangkan Safina, praktis, kalau dia di rumah, dia sendiri yang memilih untuk berkomunikasi sepanjang hari dalam bahasa Inggris. Bahkan dengan abangnya yang selalu menanggapi dengan bahasa Indonesia. Begitu UTS dan UAS di sekolah yang menggunakan komunikasi sepenuhnya dalam bahasa Indonesia, Safina ternyata harus mengeluarkan usaha dua kali lebih besar ketimbang teman-temannya.

Sebagai orang tua, saya nggak pernah memberi target harus nilai bagus buat anak-anak saya. Yang paling penting buat saya adalah mereka berangkat ke sekolah dengan hati senang setiap hari. Masalahnya, walaupun guru-guru di sekolah sudah saya beritahu kondisi Safina yang agak tertinggal dalam berbahasa Indonesia dibanding teman-teman seusianya, saya nggak bisa berharap banyak para guru bisa memberikan perhatian khusus hanya untuk dia. Ada banyak murid lain yang juga butuh perhatian, dan namanya sekolah, perhatian guru tentu saja umumnya kolektif, alias semua kalau bisa disamaratakan saja. 


Saya harus maklum dengan kondisi di sekolah, maka artinya adalah saya harus ekstra kerja keras untuk membantu mereka dalam urusan tugas sekolah. Kenyinyiran muncul, "Lagian anak bilingual disekolahin ke sekolah negeri." Saya langsung gagal paham. Apa nggak boleh mereka yang tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah internasional membesarkan anak-anak mereka secara bilingual? Sedangkan untuk urusan itu orang tuanya mampu, hanya finansial aja yang tidak mendukung. Bukankah kita harus berjuang dengan apa yang kita miliki? Hayati sedih, bang. :(

Homeschooling juga sebenarnya masuk dalam wacana waktu anak-anak sudah masuk usia sekolah. Tapi sekali lagi, pertimbangan lain membuat kami memutuskan untuk tetap memasukkan mereka ke sekolah umum. Emaknya gak sanggup ngajarin sendiri. Wkwkwk. Tapi saya sadar sepenuhnya, tanggung jawab pendidikan anak kita ada di tangan kita sebagai orang tuanya. Gak masalah sekolahnya di mana, yang penting fondasi kuatnya sudah terbangun di rumah. Etsseddap. Lagian, coba itu yang mandang miring sekolah negeri, cek matanya, kenapa miring? Nnggg ....


Jadi sekarang ini, solusi paling sesuai sama kondisi anak-anak saya yang "sok bule" (baca: bilingual) tapi sekolah di sekolah negeri, tiap hari latihan dikte dan menulis. Ngobrol atau conversation tetap dalam bahasa Inggris, tapi untuk pembahasan seputar pelajaran di sekolah, sebisa mungkin pakai bahasa Indonesia. Tapi kejadiannya sama Safina justru seringnya semua pelajaran di sekolah dia minta ditranslate ke bahasa Inggris. Bisa ngebayang pelajaran PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) diterjemahin ke Inggris? Aku mumet. -_- Tapi begitulah, cinta seorang ibu. #toyor

Udahlah, Inti postingan ini cuma curhat doang. Soalnya katanya blogger jaman sekarang udah jarang curhat, kebanyakan nerima job review. Bhihihik. Nih atuhlah, saya curhat. Mana pundaknya? Mau elap ingus. 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 152

Trending Articles