Assalamu'alaikum.
Saya sebenarnya bukan tipe emak yang dikit-dikit cemas, dikit-dikit takut, dikit-dikit khawatir. Ya, maksudnya, ngapain dikit-dikit? Banyak-banyak aja sekalian. Ngahaha! Nggak, deng! Asli, saya mah orangnya selow banget. Sesuai dengan motto saya, "Biar selow, asal nggak melow." Motto macam apa ituh? Halah, pokonya gini, untuk urusan anak, apalagi seputar perkembangan kemampuannya, saya nggak panikan orangnya. Karena sadar, tiap anak pasti beda-beda cara menyerap dan mempraktekkan informasi yang dia dapat.
Begitu juga waktu saya menghadapi perkembangan kemampuan belajar anak-anak saya (Fadhil dan Safina). Mungkin beberapa teman sudah tahu kalau saya dan suami menerapkan sistem bilingual dalam berkomunikasi dengan anak-anak kami. Waktu anak pertama, Fadhil, saya agak terlambat menerapkan sistem bilingual ini, karena masih setengah hati menjalankannya. Jadi, ketika dia harus mulai belajar membaca, cara berkomunikasinya belum full dua bahasa (Indonesia dan Inggris), sehingga dia bisa fokus belajar membaca dan menulis dalam ejaan bahasa Indonesia.
Berbeda kejadiannya dengan Safina yang tahun ini sudah masuk Sekolah Dasar. Sejak umur 2 tahun anak ini sudah kelihatan kecenderungannya berkomunikasi lebih ke bahasa Inggris ketimbang berbahasa Indonesia. Secara verbal, dia lebih menguasai bahasa Inggris. Sehingga ketika beberapa bulan sebelum masuk SD dan guru di TK mulai mengajarkan baca tulis dalam ejaan bahasa Indonesia, bisa dibilang, pencapaian Safina agak di bawah teman-teman seusianya. Saya mah nggak galau, karena saya paham kondisinya.
Anak bilingual menyerap informasi berupa kosa kata lebih banyak ketimbang anak satu bahasa. Untuk satu makna kata, ada dua kata yang dia pahami. Jadi saya pun nggak menuntut Safina untuk bisa memiliki kecepatan belajar membaca dan menulis seperti teman-teman lainnya yang tidak menerapkan bilingual.
Ketika masuk SD, Safina baru mampu mengeja dua suku kata sederhana, seperti ba-be, ka-ki, la-ma, ba-ju, to-pi. Yang membuat saya agak kaget adalah, buku-buku paket pelajaran kelas 1 SD ternyata sudah berisi cerita dalam kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Saya amati teman-teman sekelas Safina, sebagian besar sudah mampu membaca buku-buku paketnya dengan lancar, walaupun mungkin belum memahami arti dari kalimat panjang yang mereka baca. Pendek kata, Safina "kelihatannya" tertinggal dibanding teman-teman seusianya. Saya galau? Nggak! Hahaha!
Melihat itu, saya memulai strategi baru. Pelajaran membaca dalam bahasa Inggris akan saya tunda sampai Safina lancar membaca ejaan dalam bahasa Indonesia. Sebelum masuk SD, Safina sudah bisa melafalkan alphabet dalam ejaan bahasa Indonesia dan Inggris. Sehingga dia sudah mampu membedakan bunyi huruf A dalam Indonesia dan Inggris, misalnya. Hal ini mempermudah saya saat mengajarnya membaca.
Beberapa hal yang saya lakukan saat mengajar Safina membaca:
1. Pengenalan alphabet
Ini pelajaran paling dasar, sehingga menurut pandangan saya pribadi, sebaiknya sejak awal dikenalkan keduanya, baik dalam ejaan Indonesia mau pun Inggris. Hal ini akan berguna saat kita mulai mengajarkan membaca dan menulis dalam bahasa Inggris nantinya. Misalnya, penyebutan huruf A dalam bahasa Inggris berbunyi seperti huruf E dalam bahasa Indonesia. Alhamdulillaah, karena sejak awal mengenal huruf Safina sudah tahu kalau huruf A berbeda bunyi untuk Indonesia dan Inggris, jadi memudahkan saya kalau membantunya mengeja kata. Kalau dia minta tolong untuk mengeja kata dalam bahasa Inggris, saya akan mengejanya dalam ejaan Inggris. Begitu juga sebaliknya. Secara tidak langsung dia sudah berlatih mengeja dalam dua bahasa.
2. Pilih prioritas
Berhubung Safina sekolah di sekolah dasar negeri, mau tidak mau saya harus "change gear". Yang tadinya prioritas saya adalah melancarkan bahasa Inggrisnya, sekarang harus diubah dulu sementara, karena semua pelajaran di sekolahnya disampaikan dalam bahasa Indonesia. Artinya, kemampuan membaca dan menulisnya diprioritaskan untuk bisa dalam bahasa Indonesia terlebih dulu. Lebih bagus lagi kalau bisa keduanya bersamaan, tapi saya nggak mau maksa anaknya. Lah, dia juga kan harus mulai belajar baca Al Qur'an (huruf arab)? Saya nggak mau anaknya ntar merasa belajar jadi kegiatan yang menyiksa.
3. Fokus di prioritas, jangan tinggalkan yang bukan prioritas
Selama beberapa bulan ini, sejak Safina masuk SD, saya mulai fokus mengajarnya membaca dalam ejaan Indonesia. Namun bukan berarti saya meninggalkan begitu saja bahasa Inggrisnya. Persentase dan bentuknya aja yang saya bedakan. Untuk belajar Indonesia 70% dan berupa belajar konvensional (latihan membaca, menulis, dikte dan lain-lain), sedangkan untuk Inggris sekitar 30% dan bentuknya tidak konvensional (listening lewat nonton film/video, speaking lewat membuat home video, menebak tulisan lewat kegiatan membaca buku cerita sebelum tidur/bed time story).
4. Permainan Berkirim Surat
Safina lagi suka banget menulis note atau catatan kecil yang ditujukan untuk siapa saja. Kadang dia ingin menulis memo untuk teman sekelasnya. Kadang dia ingin menulis surat untuk sepupunya. Kadang dia kepengen curhat atau komplen sama emaknya. Hhhh .... Beberapa kali temannya merayakan ulang tahun, Safina selalu menulis kartu ucapan untuk mereka. Kadang dia ingin menulis dalam bahasa Inggris, kadang Indonesia. Terserah dia aja, deh. Hihihihi. Yang jelas, kalau dia nulis surat komplen buat emaknya, selalu dalam bahasa Inggris. Dan yang bikin kocak, kata per kata dia tanya ejaannya. Kan ketauaaan, dek kamu mau komplen apaan sama mama! Bleh! Tapi kegiatan ini jadi latihan juga buat Safina. Karena sering melakukannya, beberapa ejaan kata yang sering digunakan dengan sendirinya dia jadi hafal.
5. Tebak huruf dalam dua bahasa
Untuk melancarkan hafalan ejaan huruf dalam kedua bahasa, biasanya saya suka iseng nanya, "Dek, huruf A dalam bahasa Inggris apa?" Atau saya balik, "What's B in bahasa Indonesia?" Trust me, it helps a lot! Try it, just for fun.
6. Chatting via smartphone
Kadang Safina suka minta ikutan mainin henpon saya (gara-gara ngeliat emaknya nggak lepas-lepas megang HP kali). Dia suka nanya saya lagi chat sama siapa kalau dia lihat saya sibuk di Whats App. Hihihi. Jadi kadang suka saya ajak sekalian aja chat sama Papanya yang lagi di kantor, atau dengan sepupu-sepupunya di Singapura. Kalau lagi pengen pakai bahasa Indonesia, saya ajarkan ejaan dalam bahasa Indonesia, begitu juga kalau dia mau pakai bahasa Inggris, pelafalan huruf akan saya lafalkan dalam ejaan Inggris.
Itu tadi beberapa contoh kegiatan yang saya lakukan untuk mengajarkan Safina membaca dan menulis. Tujuannya, agar kemampuannya membaca dan menulis berimbang untuk dua bahasa. Seperti yang sudah saya katakan di beberapa artikel seputar bilingual kid, jangan berharap hasil instan, selalu konsisten dan jangan disamakan kemampuan anak sendiri dengan anak lain. Beberapa cara yang saya pakai mungkin aplikatif untuk teman-teman, tapi mungkin ada yang tidak sesuai, karena pengaruh faktor lainnya. Silakan kreatif aja mencari cara yang paling cocok buat anak-anak kita. OK, sip. Semoga bermanfaat. ^_^
Baca ini juga ya, supaya lengkap: